“Amanah, apabila ku datangi. Aku jadi malu dengan keterangan ku
sendiri”
Amanah, pasti setiap mendengar
kata-kata ini ada rasa berat yang
ditumpukan pada pundak, ada rasa sesak yang menyerap oksigen disebagian
atmosfer hidup, bahkan ada rasa teriris dan miris bila mengingatnya. Ini untuk
saya pribadi.
Satu amanah rasanya cukuplah.
Tapi nyatanya Allah memberikan yang baru lagi. Tangisan, cacian,
ketidakpedulian, ketidakpercayaan bisa jadi beriringan dengan amanah yang
menghinggapi diri. Bukankah memang setiap orang punya Amanah dari Allah, namun
memang ada orang-orang yang mendapat amanah “lebih” dalam hidupnya.
Amanah bukan untuk menjadikan
kita berbangga atau bahkan sombong, tetapi untuk menjadi bagian intropeksi kita
terhadap diri sendiri. Kenapa? Karena bisa jadi, amanah adalah jalan atau cara
yang dipilihkan Allah untuk kita agar menjadi hambaNya yang sada. “Anda tidak
segitu hebatnya, dikasih amanah sekecil ini saja sudah keliyengan”.
Amanah, Seujung
kukupun akan dipertanggungjawabkan
Bukanlah hal sepele bicara
tentang amanah, sekecil apapun itu. Bahkan seujung kukupun amanah akan dimintai
pertanggungjawabannya. Amanah bisa
mengantarkan kita ke syurga tau bahkan ke neraka. Neraka, langsung kebayang
apinya yang meletup-letup. Maka apapun amanah yang kita terima, jalankanlah
dengan sebaik-baiknya dan semampu kita. Untuk selebihnya kita serahkan kepada
Sang Pemberi Amanah.
Lantas bagiamana ketika kita diberikan amanah?
”Dalam hati yang terdalam, ingin aku
menolaknya..”
Sering itu yang terjurus dalam pikiran kita ketika
seseorang menawarkan amanah kepada kita. Ada pula sebagian orang yang legowo
saja menerimanya.
Sebenarnya
bagimana adab yang harus dilakukan ketika seseorang menawarkan amanah kepada
kita??
#1- Kita
pertimbangkan dulu apa amanah yang akan diberikan, apakah sesuai dengan
kafa’af/kemampuan kita.
#2- Jika ketika
merasa telah sanggup, maka kita buang jauh-jauh segala niat kecuali karena
Allah Azza Wa Jallah. Terima Amanah itu dengan hanya karenaNya.
#3- Namun ketika
kita merasa belum klik, atau merasa amanah yang akan diberikan itu terlalu
berat atau tidak sesuai denaagn kafa’ah kita. Maka kita timbang-timbang dulu.
#4- Pikirkan
Mudharat jika kita menerima atau menolaknya.
#5- Shalat
Istikhrah biar lebih mantep.
#6- Jika sudah
ada jawaban, kembalikan lagi segala urusan kepada Allah. Baik menerima ataupun
menolak.
#7- Kita
diperbolehkan menolak amanah, asal memang tidak ada yang akan terzdhalimi.
#8- Terima atupun
tolak, jangan lupa bismillah.
(Versi saya,
2012).
Cinta Amanah atau
Ambisi?
Jangan sampai amanah yang diembankan kepada kita justru
mengubah diri kita menjadi ambisius untuk hal-hal pribadi, missal menjadikan
kita popular/ngetop dihadapan yang lain.
Bedakan amanah yang semestinya
dilakukan untuk hal-hal yang sifatnya jama’i dengan ambisi pribadi! Kita cinta
dengan amanah kita? Tidak masalah, tapi ingat cinta yang berlebih itu kurang
baik efeknya. Misalnya, membuat kita terlalu menggebu-gebu untuk menyisipkan
“keinginan” kita dalam targetan kita selama satu periode amanah.
tanpa mempedulikan mudharat
dari yang akan terjadi bagi orang lain,
bahkan bagi ”wajiha” atau wadah dimana kita diberi amanah tadi.
Rabb jagalah hati ini, untuk niat-niat yang bergeser atas
apa yang telah kau berikan.
Sudah Tercatat di
Sana..
Amanah itu dari Allah datangnya, dan manusia yang
menyampaikannya hanyalah perantara. Right?
Iya, bahkan daun yang jatuh di
hutan rimba sekalipun telah tercatat dalam lauful mahfuzNya. Apalagi amanah
yang diembankan kepada kita. Maka jangan menyalah atau mengakambinghitamkan
siapapun. Semua sudah teratur dalam rencanaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar