Minggu, 19 Agustus 2012

Notitle


Kita bukan dididik untuk naïf
Yang hanya pandai mengurai retorika dalam gagasan
Namun kerdil dalam tataran kerja
Kita bukan dididik untuk menjadi pemalas
Yang diam dan sungkan setiap ada seruan
Kita dididik untuk dua pilihan
Tergantikan atau menggantikan??
(Muhammad: 38)
Karena da’i gak Cuma punya nyali
Tapi aksi!
#eaa *__*


Nahnu du’at qabla kulli syai’in

Minggu, 29 Juli 2012

Kisah Tahu-Tempe di Negeri Agraris

Indonesia merupakan negeri agraris, namu pertanyaannya sudahkah Indonesia yang secara fitrahnya merupakan negeri agraris menunjukkan jati dirinya? Halini selalu menjadi perhatian tersendiri, mengingat kondisi pertanian di Indonesia belum mampu mensejahterakan petani secara keseluruhan. Indonesia sebagai negeri agraris seolah hanya menjadi simbol yang hanya dapat dilihat dari kondisi geografisnya. Sedang kondisi kekinian Indonesia sebagai negeri agraris sama sekali tidak sesuai dengan kata agraris. Sebagai negara yang secara administratif memiliki daerah yang menguntungkan dari segi pertanian, negara ini belum bisa menjadikannya dinamis dalam tataran aplikatif.  Kenapa Indonesia semakin kehilangan pencitraannya sebagai negeri agraris?

Berita yang sedang hangat-hangatnya terdengar saat ini adalah kabar bahwasanya orang-orang pembuat tahu-tempe kewalahan. Hal ini disebabkan karena kedelai sebagai bahan baku pembuat bahan makanan khas Indonesia itu kesulitan untuk didapatkan. Padahal petani Indonesia juga menanam dan memproduksi tanaman kedelai, akan tetapi sayangnya kedelai yang ditanam oleh petani Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Lagi-lagi fitrah negeri ini sebagai agraris seolah kehilangan pesonanya. Bukan hanya di luar tetapi juga di dalam negeri sendiri. Parahnya pertanian saat ini malah dipandang orang-orang makin emplisit. Tak banyak seorang menilai pertanian hanya bagian dari caping, cangkul, dan pak tani- buk tani. Padahal ketika kita bicara terkait masalah pertanian. Bahasannya tidak akan sesederhana itu. Pertanian merupakan aspek yang sangat luas dalam negeri ini, jika dihubungkan dengan bidang lain. Akan ada kait-mengait, ibarat rantai yang tak bersimpul. Revolusi hijau merupakan salah satu bukti pertanian merupakan ahal yang pokok di negeri kita. Bagaimana saat itu ketika krisi, pertanianlah yang dapat membantu bangsa ini dalam menanganinya.

Tentang kedelai

Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong ke dalam rumpung tanaman polong-polongan. Biji kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan makanan pokok khas bangsa Asia bagian Timur, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, hingga ke kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia sudah sejak lama biji kedelai dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tahu dan tempe sebagai salah satu makanan pokok untuk mensuplai kebutuhan protein nabati (Kusuma, 2012).

Ada dua macam jenis tanaman kedelai yang masing-masing memiliki karakteristi sebagai tanaman pangan,yaitu kedelai putih (Glycine max) dan kedelai hitam (Glycine soja). Kedelai putih memiliki biji kedelai berwarna kuning atau putih atau agak hijau. Jenis kedelai putih merupakan jenis tanaman subtropik yang biasanya tumbuh di wilayah China dan Jepang (dan wilayah subtropik lainnya seperti Amerika). Sedangkan kedelai hitam yang memiliki biji kedelai berwarna hitam merupakan jenis tanaman tropik yang ditemukan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kedelai putih yang sebenarnya paling digemari, karena memiliki biji yang lebih besar, serta lebih mudah untuk diolah menjadi tahu ataupun tempe (Kusuma, 2012).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya 851.286 ton atau 29 persen dari total kebutuhan sehingga Indonesia harus mengimpor 2.087.986 ton kedelai untuk memenuhi 71 persen kebutuhan kedelai dalam negeri. Tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton dan 83,7 persen diantaranya untuk memenuhi kebutuhan pangan, termasuk untuk pengrajin tahu-tempe. Kebutuhan industri Kecap, Tauco, dan lainnya hanya 14,7 persen dan benih 1,2 persen.
Permasalahannya adalah kenapa ketersediaan kedelai masih belum mencukupi kebutuhan nasional? Menurut Harry (2012), masalah pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri lebih terjadi karena pemerintah tidak memberikan perlindungan atau insentif kepada petani kedelai, membuat mereka tidak bisa mendapat keuntungan layak dari menanam kedelai. Petani kedelai tak dilindungi pemerintah misalnya dengan menetapkan Harga Patokan Pemerintah atau HPP.

Petani bukanlah pihak yang paling menentukan harga akhir, melainkan lebih banyak ditentukan oleh distributor yang sekaligus berperan sebagai spekulan. Dengan masuknya kedelai impor, pihak petani kedelai tidak bisa begitu saja menetapkan harga, sehingga akan membuat biaya oportunitas menanam kedelai menjadi semakin tinggi ( Kusuma,2012). Hal ini akan membuat tengkulak atau pedagang pengumpul akan semena-mena mematok harga di tingkatan petani dan pasar. Contohnya menurut Harry (2012) Petani kedelai hanya bisa menjual kedelai seharga Rp4.000 per kilogram sementara tengkulak bisa menjual ke pasar dengan harga Rp6.500 per kilogram.

Permasalahan ini lagi-lagi menjadi permasalahan pokok dalam bidang pertanian khusunya terkait pemasaran produk pertanian. Adanya tengkulak disatu sisi mampu membantu petani dalam menjual hasil produksinya, namun disisi lain lebih banyak kerugian yang diakibatkan oleh tengkulak. Ketika petani memilih untuk menjualnya secara eceran, maka petani takut menanggung resiko kerusakan hasil produksinya. Itulah kenapa menjual hasil produksinya kepada tengkulak selalu menjadi pilihan.

Tanaman kedelai sempat mengalami masa gemilang dengan dicapainya swasembada kedelai pada tahun 1992. Produksi kedelai pada masa itu mampu mencapai angka 1,88 juta ton per tahun, bahkan mendekati 2 juta ton kedelai. Setelah masa reformasi, atas saran dari IMF, pemerintah Indonesia diharuskan untuk melepas campur tangannya dalam tata kelola pertanian untuk tanaman kedelai. Akibatnya, setelah tahun 2000, produksi kedelai di dalam negeri tidak pernah mencapai angka 1 juta ton atau rata-rata hanya mencapai sekitar 0,88 ton. Sementara itu, setelah tahun 2004, rata-rata konsumsi kedelai di dalam negeri telah mencapai di atas 2,6 juta ton. Ini berarti hampir dua per tiga pasokan kedelai di dalam negeri didatangkan dari mekanisme impor (Kusuma, 2012).

Pada hakekatnya kita tidak harus terjebak lagi dalam kesalahan yang sama. Sudah semestinya pemerintah mulai memikirkan nasib para petani, karena permasalahan terkait harga pokok ini tidak hanya terjadi pada komoditas kedelai. Tetapi untuk semua komoditi, sehingga membuat petani enggan untuk memproduksi lagi komoditas tersebut. Kita sebagai negara yang memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas dengan berbagai jenis tanaman yang dapat dihasilkan, sudah seharusnya justru menjadikannya sebagai aset untuk negara kita. Walaupun saat ini perdagangan bebas dari aspek pertanian telah diterapkan diberbagai negara, kita juga harus memikirkan sektor pembangunan bangsa dengan tidak ”latah” untuk mengikuti  kebijakan luar tanpa menyesuaikan tempo yang ada. Karena jika kita belum mampu menyamai negara lain, mengikuti sistem perdagangan bebas lama kelamaan hanya akan menggerus kondisi pertanian kita menuju titik paling kritis. Prinsip dan pengertian mekanisme persaingan yang sehat atau mekanisme pasar haruslah mengacu pada kepentingan pasar di dalam negeri, bukan kepentingan pasar internasional. Hal ini dikarenakan Indonesia masih memiliki potensi dan kemampuan untuk memproduksi ataupun memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Maka dari itu ada banyak hal yang harus dibenahi terkait sektor pertanian, agar kesejahteraan petani tidak hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu saja. Tetapi dirasakan semua petani. Sehingga Indonesia sebagai negeri agraris dapat mengembalikan khasanahnya yang semakin pudar.

Sumber:
Kusuma, Leo. 2012. Kisruh Harga Komoditi Kedelai. Diakses (Online). (http://leo4kusuma.blogspot.com/2012/07/mengenai-kisruh-harga-komoditi-kedelai.html, diakses 28 Juli 2012).

AntaraNews.com. Peneliti Indonesia banyak hasilkan kedelai varietas unggul. (Online). (http://www.antaranews.com/berita/323713/peneliti-indonesia-banyak-hasilkan-kedelai-varietas-unggul, diakses 28 Juli 2012).

Kamis, 26 Juli 2012

*MoMentum*

Hal yang paling buat jegger dalam hidup ini adalah saat melalui semuanya sendiri, tanpa mama-papa yang memanja, tapa kakak-teteh yang memotivasi, atau tanpa suara mbah yang parau renta namun buat nyess. Tapi ternyata, ada saja yang selalu setia membersamai, wah apa itu ta? Dua malaikat dikanan-kiri, yang sigap mencatat secara fisikly maupun yang tersembunyi di dalam hati. Namun yang paling special adalah saat yang membersamai kita adalah Allah. Allah yang membuat kita bisa mengaburkan air mata, walaupun saat itu kita rasanya sudah tak bisa menahan tumpahan air mata. Allah yang selalu berbisik perlahan, bahwasanya setiap kejadian adalah hikmah sebuah kedekatan. Dekat bukan sembarang dekat, tapi dekatnya hanya sehasta.
Betapa beruntungnya kita punya Tuhan Allah, yang maha Rahman dan Rahim.. cobalah bayangkan kalo disetiap tarikan dan hembusan nafas kita itu tidak gratis. Berapa banyak bayaran yang harus kita berikan disetiap persekian detik. Hufftt hahh.. *Izin narik nafas dulu dah* teong ups kebalik *toeng

Dekat yang sehasta, saat kita pernah jemu berkelu pada bukan selain Dia. Siapa lagi yang tak pernah bosan mendengarkan, siapa lagi yang selalu setia menunggui kita, kitanya saja yang terkadang keterlaluan, tak pernah sadar *Yangbutuh itu siapa ha?* Tapi sekalipun kita telah jauh, Allah tak pernah alfa memberikan Rahman dan RahimNya kepada kita. Oalahh.. kenapa kita menjadi manusia selalu lupa akan syukur. Apalagi yang kurang di dalam kehidupan ini? Semua lengkap, anggota tubuh lengkap, garis keluarga lengkap, atau secara kebutuhan kitapun dicukupi. Ya cukup, batasan rasa cukup ini yang terkadang tidak kita miliki. Sehingga kita meminta lebih dan lebih. Tak masalah bagiNya, karena Dia juga Maha Kaya Raya. Apa yang tidak Dia punya *bulan, Planet, galaksi,*bintang? *Blushingggg*. Tapi lagi-lagi esensi kita dalam meminta, atau prioritasnya terkadang tak sesuai dengan yang kita butuhkan, kita bukan butuh hanya sekedar menginginkan. Apalagi kita meminta hanya membawa tangan yang menengadah, sedang setelah dapat, kita lupa azas hak-kewajiban. Kita hanya menuntut hak, tanpa mau melakukan kewajiban, kalau kewajiban saja tidak, bagaimana dengan yang sifatnya sunah.

Sudah lupa kewajiban, kita lupa lagi untuk bersyukur dengan memuji Kekasih kita ini. Hanya sekedar melafazkan rasa syukur pun kita lalai, bagaimana kalo Allah pergi dari kita. Allah memberikan saja apa yang kita minta, tanpa mau-tau, atau lebih tepatnya tanpa peduli apakah hal yang kita minta dibutuhkan atau tidak untuk kita. Bukankah Allah memberi sesuatu sesuai dengan kemampuan hambaNya. Orang kaya raya, yang tak siap kaya raya mungkin akan bahagia-bahagia saja mendapatkan kekayaaanya yang –cumatitipan. Tapi sayangnya esensi dari kekayaan yang dia miliki akan berbeda.

Kita terkadang bukan lupa atas anugerah yang diberikan Allah, tapi kita terlalu banyak main hitung-hitungan. Hitung-hitungan seorang yang Cuma tamatan SMA atau tamatan strata satu,
Mana bisa disamakan dengan hitung-hitungan untuk anugerah dari Allah yang berlimpah. Ibaratnya kita tuliskan nikmat-nikmat itu di atas dedaunan di bumi, maka lautpun tak akan cukup tuk dijadikan tintanya.

Segala puji bagi Allah yg telah memberi kepada kita kecukupan & kepuasan yg tidak terabaikan & tidak tertolak (HR. Bukhari).


Aku renta dalam gelimang dosa
Aku jatuh bersimpuh noda
Duhai rabbi
Aku mengharap syurga?
Sedang amalku tak seberapa
Aku merinduMU
Sedang cintaku tidak bekerja

Sudahkah kita bersyukur hari ini???

Rabu, 25 Juli 2012

#1 Dakwah bil Profesi; Bukan salah petani yang pintar, tapi penyuluh yang kurang belajar

Hilangnya sifat kepercayaan petani kepada penyuluh sudah menjadi hal yang sangat lumrah dialami di lapangan oleh para penyluh pertanian. Permasalahannya tidak hanya terletak pada petaninya, tetapi penyuluh sebagai komunikan terkadang kurang bisa memberikan feed back saat berkomunikasi dalam menyampaikan gagasannya. Salah siapa?

Ternyata SKS demi SKS yang telah dilalui oleh seorang sarjana strata satu, tak jarnag kebanyakan kurang membekas dalam ingatan mereka. Ini masalah dosen yang salah menyampaikan atau mahasiswa yang kurang belajar. Dosen sering sekali mengatakan bahwasanya mahasiswa dituntut untuk mandiri, maksudnya ia tidak hanya mengandalkan jam-jam perkuliahan yang tidak seberapa itu. Mahasiswa dituntut untuk banyak mengupas pengetahuan dan ilmu-ilmunya dari berbagai saran dan prasarana, ataupun sumber dan media yang ada. Karena itulah hal yang menjadi titik tolak perbedaan antara mahasiswa dan anak Sekolahan. Ketika anak sekolahan harus disuapi setiap kali, mahasiswa harus cerdas, kritis dan aktif bahkan bila perlu memiliki pengetahuan yang seluas-luasnya. Itulah kenapa terkadang dosen hanya memberikan mata kuliah seadanya, dengan maksud untuk membentuk mahasiswa yang mandiri dan tanpa “suap”.

Namun sayangnya tak jarang dari mahasiswa sendiri kurang memahami peran tersebut, ia hanya akan melakukan protes di balik layar ketika ujian yang dikeluarkan dosen, sedikit berbeda dengan apa yang diajarkan. Lagi-lagi mahasiswa memang harus kritis. Ia tidak bisa hanya mengandalkan fakta dan logika, tetapi juga harus memiliki daya nalar yang mendalam.

Itulah juga yang saat ini menjadi alasan mendasar, kenapa banyak petani yang kehilangan kepercayaan kepada penyuluh. Bukan salah petani yang terlalu cerdas, karena ia selalu melakukan teori, bisa jadi salah mahasiswanya yang kurang bahan sehingga ketika ditanya petani apa yang ditanyakan beda dengan apa yang dijawab. Padahal ketika kuliah mahasiswa tidak hanya mendapatkan ilmu secara teoritis, tetapi ilmu aplikatif dalam praktikum-praktikum yang memakan jam yang banyak. Namun lagi-lagi sayangnya, sebagian mahasiswa yang menjadi patokan mereka ketika melakukan praktikum adalah agar tidak dimarah asisten atau untuk menadapat nilai. Niat tentunya berbanding lurus dengan hasil yang akan diperoleh. Ilmu tanpa amal pincang, amal tanpa ilmu buta..

Minggu, 15 Juli 2012

Pilihan-Pilihan


Awan-awan berkumpul dan berhimpun
Namun tetap saja hati ini bercerai berai
Langkah bahkan sempat lunglai
Aku disini, sedang pikiranku ke dunia antah bernatah yang tak aku ketahui
Lihatlah, hari ini aku harus memilih lagi..
Dua hal yang tak menyulitkan
Namun aku hanya diizinkan memilih satu
Oke cukup
Biar hati gerimis saja
Biar jalanan lengang saja
Seperti setapak menujui puncak-puncak berembun itu
Biar aku mimilih tak kemana-mana

~Layo dilanda gerimis
Jalanan lengang
Menikmati senyum khas ibu2 lagi
Membuka pori, mengeluarkan keringat

Ahad, 15 Juli 2012 jam 07.00 W.I.B
#APPELOI

Jumat, 13 Juli 2012

KITA

Malam ini bahkan kemarin dan kemarinnya lagi
Semesta berbicara tentang kita
Sekumpulan random yang mengkitakan dirinya
Semesta bergemuruh lewat desau angin
Mengumpulkan resah
Lalu gerimis yang mencipta riak kecil
Di atas tanah itulah kita menghempas
Menapak kesucian debu-debu jalanan
Bukan onak duri yang berarti
Tapi rasa ketika memijakinya
Bukan pula terjal dan berliku
Tapi hentakan langkah kita
Yang beriringan salam malaikat
Jadikan Kita berkumpulan dalam pola
Membentuk kita menjadi sekumpulan bilangan majemuk
Karena kita kegenapan
Karena kita kefutuhan
Menjadikan kita ukiran sejarah yang tak diam
Pun tergantikan..
Kita tetap ada..

Sabtu, 23 Juni 2012

Aku Bagian darimu


Kau dibicarakan dimana-mana, atmosfermu seolah menyentuh setiap senti “lingkungan” ini. Entah kau begitu menarik untuk dibicarakan atau memang semua sekedar ilusi yang harus menggenapi sejenak jejakmu. Aku masih ingat, memori kebersamaan yang hangat dan akrab. Aku juga mencintaimu, sama cintanya mereka kepadamu. Hanya saja mungkin caraku mencintaimu sedikit berbeda. Bahasa cinta setiap orang memang tak bisa disamakan. Saat aku mencoba merangkaikanmu dalam majas kediamanku, mereka tengah bising meneriakkan kata-kata cinta  padamu. Tapi aku lebih memilih mencintaimu dalam diam. Diam bukan berarti pasif. Hanya saja perbekalanku untuk mengarmadakan segenap cintaku belum utuh, tak seutuh mereka.

Tapi yang begitu menggelitikku, kini atmosfermu dihirup oleh setiap orang yang ada di “lingkungan” ini. Ah, mungkin kau terlalu menarik. Semenariknya ketika aku diam-diam mencintamu. Namamu yang gagah seperti menerobos dinding terselubung dari hatiku, bahkan kau begitu menyejarah. Oh iya, jika kau ingin tahu tak hanya di “lingkungan” ini kau hangat diperbincangkan, tapi juga di lingkungan yang berbentuk itu, begitu mengangkasanya namamu. Tapi sayangnya, yang mereka bicarakan bukan kebaikan atau namamu yang menyejarah. Tapi ilusi-ilusi yang mereka lihat dari sekerjap pandangan mereka. Mereka seolah menilaimu utuh, padahal mereka belum mengenalmu sebanyak itu. Seperti aku pada awalnya..

Aku sebenarnya sakit, juga seperti yang dirasakan mereka yang mencintaimu. Aku juga merasakan sesak, seperti tak bisa lagi menghirup aroma sedap darimu. Karena aku juga bagian darimu, karena aku juga terlahir darimu. Sekalipun cinta ini tetap diam. Aku tahu persis, namamu tak seburuk apa yang mereka perbincangkan. Aku tahu persis, orang-orang yang mencintaimu sebelumnya melahirkanmu untuk visi yang sama. Namun terkadang, setiap massa tak pernah bisa disamakan. Adakalanya semua mengalami penyesuaian-penyesuaian, tapi tetap saja bagiku kau tetap yang dulu. Hanya mereka-mereka saja yang mungkin berbeda cara memperlakukanmu sehingga orang-orang menilaimu berlebihan. Sungguh ketika orang-orang menjelekkanmu, ada gemuruh di hati ini, aku hanya ingin bilang ”Tak semua”, tak semua yang mereka katakan itu benar dan tak tak semua yang mencintaimu itu memperlakukanmu seperti itu. Kau tetap yang dulu, menjadi bagian dariku dan menempatkanmu pada posisi yang berbeda. Walau mungkin kebanyakan orang menghardikmu, aku akan tetap mencintaimu walau dengan cara yang berbeda.

Rabu, 20 Juni 2012

Ini Tentang ia..

Ini tentang ia…
Ia yang tiba-tiba saja menyita waktuku
Ia yang tiba-tiba saja merubah atmosfer kehidupanku
Ini cerita tentangnya yang tiba-tiba saja aku suka
Ia yang membuatku tiba-tiba maniak dengan kata
Ia yang tiba-tiba berhamburan dalam figura nyata
Ia yang membuatku menangis atau kemudian tertawa
Ini tentang ia
Yang selalu punya pola dan tekstur yang berbeda
Ini tentang ia yang membuat duka menjadi canda
Membuat rancu menjadi candu
Membuat kata tumpah dalam orbitku
Aku tiba-tiba saja sering memikirkannya
Mmebiarkannya semakin dalam dan lebih dalam menyelami kehidupanku
Dan akupun suka lebih dalam menyelaminya
Ia timbul dan tenggelam lewat khusuk yang tak tertuang
Ia abstrak yang tak tergambarkan
Tapi ia sungguh nyata
Ini masih tentang ia
Yang berdenyut malu dalam nada-nada kehidupanku
Ini tentang ia yang khusus untukku
Andaikan ia mampu ku uraikan seperti kata dalam kalimat
Mungkin jadinya adalah partikel kata yang tarik menarik
Hari ini ia tiba-tiba saja mendarat dalam landasan ini
Tidak menggangu meski ia kadang hadir bersama bising
Aku selalu ingin bercerita tentangnya
Seperti ia yang natusias meloncat-loncat dalam ceritaku
Dan hari ini masih tentang ia..

Senin, 18 Juni 2012

Allah Tidak Butuh Shalat Kita

Hari itu saya khususkan do’a saya Cuma satu 

“Ya Allah khusukkanlah shalatku dan segala ibadahku”

Tak tau apa yang menjadi sebabnya, tiba-tiba saja saya kehilangan fokus saat beribadah. Mungkin juga akibat kerotangnya hati. Ketika melaksanakan ibadah ada-ada saja bayangan yang melintas, ketika membaca buku teringat shalat yang grasak grusuk,. Ketika shalat, teringat membaca buku yang belum terselesaikan. Bahkan terkadang rasa gelisah muncul akibat masalah yang menuntut diselesaikan. Itu terjadi bukan hanya ketika shalat, tetapi juga ketika berdo’a dipenghujung shalat. Semuanya dilakukan dengan tergesah-gesah. Maka dari itu saya coba berdo’a sekhusuk2nya untuk dikhususkan ketika shalat dan melakukan semua ibadah.
Dan Allah menjawab do’a saya. Hari sabtu kemarin ketika baru terbangun dari tidur siang,, dengan kondisi senyap-senyap, saya mendengar apa yang disampaikan Ustadz dalam acara “Damai Indonesiaku”, Ustad itu membahas tentang shalat, kebetulannya Uztadz ini membahas tentang “Shalat khusuk”. Ia kemudian bercerita..

Seorang kiya’i dipesantrennya ingin mengajarkan tentang khusuk pada seorang muridnya. Ia kemudian memanggil muridnya itu, selanjutnya berkata “maukah kau tau bagimana khusuk itu”, muridnya pun menjawab “iya kiyai”. Selanjutnya Ustadz itu meminta saang murid untuk menungang kuda pambil membawa secangkir gelas, dengan syarat gelas itu tidak boleh tumpah sedikitpun. Murid tadipun melaksanakannya, ingá ia kembali lagi ke pesantren. Setelah melihat muridnya kembali, sang kiai mendapati gelas yang dibaawa muridnya tadi masih berisi air Severi tadi. Kemudian sang kiyai bertanya “bagaimana, apakah kau sudad merasakan khusu’?” “belum kiyayi, justru saya teringat-ingat akan air itu”. Lalu kiyai itu menjelaskan makna dari apa yang dia minta, katanya ”apakah ketika kau menunggang kuda kau melihat ornag mandi di sungai, berpa jumlahnya?” ”aku melihat kiyai, tapi aku tak begitu mempedulikan berapa jumlahnya, karena aku fokus dengan air ini”. ”apakah ketika kau menunggang kuda, kau melalui gunung. Kau ingat berapa banyak gunung yang kau lalui” ”iya aku melaluinya, tetpai aku juga tidak memperdulikan berapa banyak yang kulalui, karena aku fokus agar air ini tidak tumpah”. ”seperti itulah khusuk, ketika kau melakukan suatu pekerjaan misalnya shalat. Kau tidak akan menggubris apapun yang terjadi di sekitarmu, karena fokusmu hanya pada Allah”.

Kemudian ustadz itu bicara lagi, bahwasanya Allah tak butuh shalat kita. Tanpa shalat-shalat kitapun Allah tetap menjadi yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Berilmu, dan Maha semuanya.
Mengutip kata-kata dari buku yang saya sadur ke dalam isi blog saya terdahulu:
Apakah perlunya Allah SWT dengan shalatnya manusia? Apakah dengan shalatnya manusia seantero jagat raya ini akan menambah kemuliaan dan keperkasaan Allah SWT atau akankah mengurangi kemuliaan dan keagunganNya? Atau misalnya seluruh manusia di muka bumi menjadi kafir mapun musyrik menyembah berhala (paganisme) ? jelas sama sekali tidak, bahkan jika Allah SWT memusnahkan seluruh umat manusia dan menggantikannya dengan makhluk lain, maka keagungan, keperkasaan,dan kemuliaan Allah SWT tidak bertambah dan tidak berkurang alias tetap saja seperti semula, jadi Allah SWT tetap Maha Perkasa dan Maha Kuasa.
Orang beriman itu bukan tunduk patuh di hadapan Allah SWT akan tetapi merasakan getaran cinta kepada Allah SWT dan rasa ingin menyandarkan diri kepada apa yang diperintahkanNya. Melalui wahyu, Allah SWT meninggikan mansia kepadaNya sehingga dalam dirinya timbul prasangka baik terhadap Sang Pencipta. Karena itu ada hubungan sukarela,kerinduan,dan prasangka yang baik antara Dia dengan ciptaanNya, dengan demikian pengertian islam harus dipandang sebagai agama yang penuh dengan muatan-muatan spiritual demi kepuasan batin (ruhani) manusia.
Shalat, kata Sayyid Quthb, adalah hubungan langsung antara manusia yang fana dan kekuatan yang abadi. Ia adalah waktu yang telah dipiih untuk mempertemukan setetes air yang teroutus dengan sumber yang tak pernah kering. Ia adalah kunci perbendaharaan yang mencukupi, memuaskan, dan melimpah. Ia adalah pembebasan dari batas-batas realita bumi yang kecil menuju realita alam raya. Ia adalah angina, embun dan awan di siang hari bolong nan terik. Ia adalah sentuhan lembut pada Hati yang letih dan payah (Dyayadi dalam http://penavina.blogspot.com/2011/05/muara-cinta-timbul-dan-tenggelam.html, 2011).
Kemudian malamnya, IRMA kami memperingatkan hari Isra Mi’raj, tanpa maksud appaun, hanya sekedar ingin mensyi’arkan dakwah kepada warga. Sekalipun banyak yang berkata memperingatinya adalah bid’ah, tapi malam itu Ustadz yang menyapaikannya menyanggah hal tersebut. ”kita di sini buka untuk merayakan, tapi memperingati momen. Sehingga kita bisa sadar hakikat shalat itu seperti apa. Walaupun tidak hanya saat ini saja kita belajar memhami hal itu”. Saya juga masih bingung terkait pendapat bid’ahnya memperingati Isra Mi’raj, maksudnya di sinikan daripada orang-orang sibuk menonton EURO lebih baik kita berkumpul di majelis ilmu untu saling berbagi dan nasehat-menasehati. :)
Lalu singkat cerita ustadz tersebut juga membahas tentang khusuk katanya ”kalau ada yang memanggil-manggil ketika shalat, abaikan karena itu suara setan. Kalau tiba-tiba anak kita mendadak menangis ketika kita shalat, biarkan karena setan sednag mencubit anak kiat sehingga dia menangis, toh anak kita juga tidak akan mati karena menangis” tapi dak tega juga tadz -__-a. Jadi intinya shalat khusuk itu bisa tetap fokus sekalipun banyak gangguan di sekiling kita.

Tak sengaja saya mengigat-ingat sebuah tulisan yang menjadi lembaran taushiyah yang kami bagikan, ketika di LDF dulu. Berikut isi artikelnya
Shalat tapi Lupa Makna

"Seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri akan shalatnya. Mendengar perkataan ini, orang banyak bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana orang mencuri shalatnya itu? Berkata Rasulullah: Yaitu tidak ia sempurnakan ruku'nya dan sujudnya." (HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Qatadah)
Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Muwaththa' Imam Malik, dalam suatu kesempatan Rasulullah bersabda, "Apa yang kalian lihat tentang peminum, pencuri dan pezina?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Kemudian beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang keji dan berdosa." Selanjutnya beliau menyambung perkataannya, "Seburuk-buruk pencuri adalah mereka yang mencuri shalatanya," dan seterusnya....
Dalam ilmu fiqih, shalat bagi kaum muslimin adalah fardhu 'ain. Artinya, setiap individu muslim wajib mendirikannya. Sebagai konsekuensinya, jika dikerjakan akan mendatangkan pahala, jika ditinggalkan akan terkenai sanksi dosa.
Kewajiban setiap muslim adalah mendirikan shalat, bukan sekadar mengerjakan. Ada beberapa perbedaan prinsip antara menegakkan dan mengerjakan. Pertama, mengerjakan itu berkonotasi rutinitas, sedangkan menegakkan berarti ada sesuatu yang dibangun dari awal atau ada yang bengkok kemudian diluruskan, yang tertidur dibangunkan. Atau lebih tepatnya, yang pasif diaktifkan.
Kedua, mengerjakan lebih menekankan pada aspek jasmani, sedangkan mendirikan, selain jasmani juga ruhani. Karena shalat tidak sekadar gerak badan, tapi gabungan antara gerak badan, lisan, dan hati secara bersamaan.Mengerjakan tidak dituntut kesempurnaan pelaksanaannya, sedangkan menegakkan memberi tekanan pada penyempurnaan syarat, rukun, dan kehadiran hati di dalamnya. Dengan demikian, mengerjakan shalat jauh lebih mudah daripada mendirikannya. Siapa saja bisa mengerjakan shalat, tapi tidak semua bisa mendirikannya. Sedangkan perintah Allah kepada kita adalah menegakkan atau mendirikan, bukan mengerjakan. Semua perintah shalat dalam al-Qur'an selalu menggunakan kata aqiimish-shalah, sebagaimana firman-Nya:
 "Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, akanmendapatkan pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS al-Baqarah: 110)
 Untuk mendirikan shalat dibutuhkan sikap sempurna, meliputi segala kaifiyatush-shalah, baik syarat, rukun maupun wajibnya. Tak kalah pentingnya adalah menghadirkan hati pada setiap gerakan shalat, disesuaikan dengan ucapan lafadz-lafadz doa yang dibaca. Di sini banyak orang yang kemudian lalai dalam shalatnya. Ia mengerjakan shalat, tapi lupa untuk menyempurnakannya. Dalam shalat mereka juga mengucapkan berbagai doa, tapi lupa menghayati maknanya. Antara yang diucapkan dan gerak hatinya berbeda, demikian juga gerak pikirannya. Ketika seseorang melalaikan hal di atas, berarti ia telah mengurangi takaran kewajibannya. Mengurani takaran itu sama halnya dengan mencuri.

Alangkah seringnya kita mencuri shalat. 

Salah satu kegiatan yang palng sering dicuri adalah thuma'ninah, yaitu diam sejenak pada saat ruku' dan sujud. Pada saat ini tidak sedikit di antara kita justru terburu-buru. Baru sejenak tangan menempel di lutut ketika ruku', sudah bangkit lagi. Baru beberapa detik dahi menempel di lantai ketika sujud, sudah diangkat kembali. Bahkan banyak di antara kita yang dahinya belum sempat menyentuh lantai secara utuh sudah diangkat kembali.
Andaikata kita mengetahui fadhilah ruku' dan sujud, tentu kita akan lebih memperlambatnya. Saat ruku' dan sujud itulah hubungan seorang hamba dengan Tuhannya menjadi sangat dekat. Itulah saat yang paling tepat bagi kita untuk mengakrabkan diri kepada Allah. Kita berkenalan, berdialog, bermuwajahah. Pada saat ini seolah-olah kita sedang melihat Allah, jika tidak demikian, kita yakini saja bahwa Allah sedang melihat kita.
Duhai, sungguh merugi orang yang melalaikan shalatnya. Ia tidak memperoleh apa-apa, kecuali kelelahan saja. Itupun masih harus menerima balasan dari Allah, berupa celaan yang menghinakan, sebagaimana firman-Nya:
 "Celakalah bagi orang yang shalat, yaitu yang lalai dalam shalatnya." (QS al-Maa'un: 5)
 By : BWPI FP UNSRI

 Ah sudah benarkah Shalat kita? Sudah khusukkah?
 Upaya untuk mempertajam kecerdasan ruhaniah tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan yang menderu untuk melaksanakan shalat. Hal ini karena di dalam shalat tersebut terdapat suasana yang mampu meningkatkan kualtas jiwa yang sangat tinggi, mampu mencegah perbuatan mungkar. Sayangnya, shalat sering dipandnag hanya dalam bentuk formal ritual, sebuah gerakan-gerakan fisik yang bterkait erat dengan tatanan fiqh. Tanpa da muatan yang mendalam atau keinginan untuk memahami simbol-simbol atau hakikat yang terkandung di dalamnya. Sesungguhnya shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan samudra mutiara yang mencerdaskan ruhani. Shalat menunjukkan sikap bathiniah untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegas berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui perilaku yang jelas, terarah, dan memberikan engaruh pada lingkungan (Tasmara, 2001).
“Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya (menunda-nunda sehingga keluar dari waktunya).” (Al-Ma’un : 4-5)
”Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’..” (Al Isra:109; Maryam:58)
Dan sesungguhnya kitalh yang sangat mmebutuhkan shalat.  Bukan hanya sekedar rutinitas, tapi untuk pengekspresain cinta yang mendalam. Sesungguhnya shalatku, ibdahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah..

Hati yang legam
Seperti kubangan tak dihiraukan
Ringkih mengharap sentuhan
Dengan kain iman yang kumal
Ku merintih
Ku berharap
Terampunkan segala dosa
Menampakkan lagi cermin diri..
Rabbi, dosa ini menggunung tinggi..
tapi rahmatmu tak sesentipun alfa dalam jalan kehidupanku
Ampuni aku..Ya Rabb..



Inspiring:
Kecerdasan Rukhiya; KH Toto Tasmara, 2001
Ustadz Karim dalam Peringatan Isra Mi'raj Masjid Nurul Persada
Damai Indonesiaku
Alam Semesta Bertawaf; Dyayadi, MT

Copas from myNewBlog: http://oktavianamj.wordpress.com/2012/06/18/allah-tidak-butuh-shalat-kita/


Jumat, 15 Juni 2012

Karena Skripsi Gak Cuma Masalah Nyali


Tulisan ini dampak dari otak yang kusut mengkerut plus menclak-menclok karena dilanda Tugas Akhir yang gak berakhir-akhir. Hahh..? Tidak untuk diaminkan ya..
Bahkan hampir saja tanduk keluar dari kepala kalau kesabaran mulai terkikis akibat skripsi manis., *towew 

Mungkin setiap yang lagi nyekrip sebenarnya punya nyali dan mental yang besar seiring seimbang dengan setiap bongkahan kata yang ia tuliskan, tapi ternyata segala prosesi penyelesaiannya inilah yang terkadang buat keki. Alias mati gaya. Gak semua dan gak mesti begini sich, tapi inilah realita yang sering dialami.

Segala hal memang harus dimulai dengan langkah pertama, tak jarang ada bebapa orang yang sangat sulit untuk memulai langkah pertama ini. Bukan masalah nyali, hanya kemauan yang entah kesumbat dimana. Tapi tak jarang juga ada mahasiswa yang sebenarnya sangat membara-bara ketika memulai langkah awalnya, tapi eh tapi faktor x yang terkadang tak mampu menampung semangat yang terlalu menyala-nyala tadi. 

Jadi salah siapa dong?

Mau menyalahkan dosen pembimbing yang sulit ditemui? Atau dosen pembimbing yang jamnya terlalu tinggi? Atau menyalahkan keadaan? Kesian banget mah keadaan disalahkan terus-terusan. Atau sebenarnya salah diri sendiri yang kurang cekatan saat mengerjakannya? |gak koq, udah paling gesit saat mengerjakan skripsinya, percaya dah|..
Bukan Salah skripsi atau dosen pembimbing, anda juga tidak bisa disalahkan serta merta. Tidak ada yang salah ketika kita sudah mengupayakan semuanya, hanya saja beberapa hal yang mesti kita tahu. Bahwasanya Skripsi Bukan Cuma sekedar untuk Gelar. Tul gak ya?? Tergantung orientasi dari penelitinya sih, kalo diniatkan begitu ya hasilnya Cuma segitu. Tapi saya katakan berulang kali, tugas akhir ini kita selesaikan bukan Cuma untuk itu, untuk gelar di balik layar *ups salah, dibelakang nama maksudnya. 

Di saat kita berjam-jam menunggui dosen, ternyata ketika bertemu hanya beberapa detik. Semua yang akan dikatakan #jlebb hilang tak membekas, saking semangat atau gugup tu ya?? Atau setelah menunggu berjam-jam, eh dosennya baru confirm tidak bisa ditemui. Itu mah biasa dalam prosesi penyelesaian misi terakhir ini. Hanya orang-orang yang bernyali kuat yang mampu menyelesaikan misi besar ini sampe akhir. Tak jarang ada sebagian mahasiswa yang terlanjur uring-uringan, sehingga memilih untuk “putus” sama skripsinya beberapa minggu, setelah lewat minggu jadi beberapa bulan, setelah lewat bulan menjadi beberapa tahun. WOW.. Naudzubillah dah.. Tapi saat melalui segala keterpurukan dan kegelisahan yang tak berujung itulah, sebenarnya ada seruah hikmah yang tak banyak orang mengetahuinya. 

Skripsi itu bukan Cuma masalah mental, bukan hanya jadi ajang kita dekat-dekat dengan dosen pembimbing yang mungkin baru kita kenal saat nyekrip juga. Skripsi itu bukan pula masalah mau-tidak mau, semua orang ketika diberi kesempatan pasti berkemauan untuk menyelesaikannya, walau dengan tempo waktu yang berbeda-beda. Skripsi itu bukan Masalah!! Walaupun saat mau memulainya kita dianjurkan terlebih dahulu mencari masalah yang kemudian dirumuskan. Akan tetapi, skripsi atau Tugas akhir itu adalah sebuah proses penempaan diri. Bukan hanya penempaan kedekatan diri kita dengan dosen, dengan petani sampel, atau dengan orang-orang yang memiliki kait-mengait terhadap proses ini, tetapi juga penempaan diri kita untuk tetap dekat dengan Yang Maha Berilmu, Maha Mengetahui, Allah SWT. Peranan rukhiyah mau tidak mau akan sangat berpengaruh terhadap proses penempaan kita. Saat kita harus belajar kesabaran, saat kita harus belajaran keikhlasan, atau saat kita harus menahan isak yang membuat sesak, Kita butuh peranan rukhiyah yang berhubungan dengan kedekatan kita kepada Allah SWT. Kita butuh tangisan-tangisan menyendiri saat rasanya tak ada jalan lagi yang bisa kita tempuh dalam menyelesaikannya. Kita butuh penunjuk jalan untuk membimbing kita agar tidak selalu #random dalam mengerjakannya. Kita butuh Dia agar kita tetap menjaga etika keabsahan skripsi kita. Kita butuh Allah saat dunia rasanya telah sempit dan menghimpit. Kita butuh Allah saat ego mulai menjalar, padahal masukan di sana sini sangat membantu kita. Kita butuh Dia untuk menjadi orang yang selalu Legowo atas RencanaNya.

Ada orang yang bunuh diri karena skripsinya |dak nian itu|, ada yang mendadak stress akut, ada yang melarikan diri dari rumahnya karena orang tua yang terus-terusan menanyakan “kapan Wisuda?”, ada juga yang DO karena memang tak sanggup lagi melanjutkan skripsinya dari berbagai aspek. Jika kita tak punya Dia,  mungkin kita dengan mudah menyerah. Saat jenuh, saat peluh.. rasanya hanya keluh yang menumpukkan dendam tak berkesudahan. Saat amarah membara-bara mengalahkan semangat untuk melanjutkan prosesi ini, mungkin kita sudahlah lupa. Semua ini hanyalah bagian dari persinggahan dunia. Allah selalu punya cara dan rencana yang tersembunyi khusuk di dalam misteri kehidupan kita. Allah selalu punya tema yang tiba-tiba saja membuat hari kita bewarna.

Bersyukurlah, kita punya Allah, karena Dia tak kan pernah izin memberikan cara-cara uniknya untuk membuat kita paham, bahwa Dia selalu membersamai kita, asalkan kitapun membersamai Dia. ~Baru nyadar, lebih mudah menulis di blog dari pada di bab~


“Ternyata lebih menyakitkan menangis tanpa air mata, daripada menangis terisak..”
|aku tak ubahnya pengeran yang merindui bulannya|

Kamis, 14 Juni 2012

Indralaya-Klaten

Aku selalu merindukannya, sosok bijak yang selalu menjadi bagian dari cerminan diri. Ia selalu suka bicara, walaupun terkadang obrolan kami sering tidak nyambung. Tapi hati kamilah yang meprakarsai gagasan terbentuknya sebuah keterikan. Saat aku bicara ia mungkin mengerti maksudku, begitu pula saat ia bicara akupun selalu mengerti maksudnya. Tapi semua justru menjadi semakin tidak nyambung ketika kami mulai bicara serius. Ah itulah yang membuat pembicaraan kami tidak flat. Ia memang orang yang selalu ceria, guratan di wajahnya bahkan seolah tak sebanding dengan semangatnya yang selalu ada di dalam diriku.

Aku yang selalu mengelak untuk berbicara akhir-akhir ini, hanya karena pertanyaan standar dan bentuk perhatian darinya. Pertanyaan yang bahkan dicetuskan oleh banyak orang di sekelilingku, termasuk tetangga-tetanggaku. Ia bahkan menanyakan hal ini hampir di setiap komunikasinya.

Aku bukannya menghindar, hanya terkadang aku gelagapan ketika ditanyai dua hal yang membuatku speachless. aku mengerti, mereka tak pernah bermaksud mendikteku, hanya sekedar ingin membaurkan perhatian mereka sedalam-dalamnya. Aku bangga dan bahagia menjadi bagian dari hidup mereka.



__________________ Indralaya-Klaten | Yang merindui mbah di sana|

Dan Ia lagi2 bertanya " Lebaran mudik ra vin? kapan arep neng Klaten vin?"


Minggu, 10 Juni 2012

ANAKKu Oh Annakku

Dan ya, malam ini bergeming lagi. Langit tak bersuara sedikitpun. Sedang awan masih berarak santun.
Malam ini semua dongeng telah ikut lelap dalam mata kanak-kanak, merasuki sebagin mimpi-mimpi mereka. Sedang ibu begitu hangat memeluk mereka, sambil perlahan melepas pelukannya. Mereka telah diajarkan tidur tak sekamar dengan kedua orangtuanya. Ini katanya bagian dari pendidikan, pendidikan agar anak-anak belajar mandiri. Mandiri dengan tak merasa lagi peluk hangat ibu atau ayahnya saat lelap itu mendekat. Katanya "tah selimut telah cukup menghangatkan tubuh anak-anak mereka", juga kamar indah dengan motif-motif yang mereka sukai, dengan dinding kokoh yang tentunya bisa menjaga dan lagi-lagi menghangatkan. Tak taukah ibu itu, setelah ia lambat-lambat beranjak. Sang anak sebenarnya terbangun, ia terbangun dan ingin hangat lagi. Terserahlah dari ayah atau ibunya.. Wajar saja.. usia anak itu belum sampai 5 tahun. Tapi tidurnya sudah terpisah dan hanya bisa merasakan kehangatan peluk ibunya di saat malam. Dingin, dingin sekali rasanya malam itu. Pipinya lagi-lagi menitikkan air yang tidak ia kehendaki. Kata mama-papanya "ia gak boleh cengeng" ia harus mandiri dan kuat, apalagi ia anak laki-laki. Tapi mau bagiamana, mengerti apa anak ini tentang kekuataan? sedang makan saja masih celometan. Haahh.. Mama-papanya tak tau bagimana ia yang masih begitu kecilnya itu sebenarnya dilanda gundah, tapi ia hanya memendam, memendam.. Ia gundah akan sikap teman-temannya tadi pagi, yang mengolok-oloknya "ANAK PEMBANTU". hahh.. "tidak, mama-papa ku bukan pembantu!" mereka ornag berada. rumahnya saja bertingkat-tingkat. belum lagi apartemennya yang ada di sana sini.

"Tapi mana buktinya?" "nanti" jawabnya tegas. Ia seolah bukan bocah di bawah lima tahun lagi. Ahh mama-papa, berulang kali nanti-nanti ia menjanjikan akan menunjukkan bahwa mama-papanya buka pembantu. Tak mungkinlah seorang anak pembantu disekolahkan di sekolah semewah itu. Tapi apa mau dikata, mana mengerti teman-temannya tentang sekolah mahal, mana mengerti mereka tentang kesibukan mama-papa anak itu dengan bisnis-bisnisnya, mana mengerti mereka dengan mama-papanya yang BUKAN PEMBANTU. Ahh,,, tapi anak ini lagi-lagi merasa tak berdaya, tak mandiri, ia tak mengerti bagiamana cara membuktikan kepaada teman-temannya bahwa ia bukan anak pembantu! ia anak orang berada.Lalu kenapa, yang setiap hari mengantarkannya sekolah adalah mbok yem. Pembantu yang telah lama ada di rumahnya. Kenapa yang memakaikannya baju,memandikannya, membangunkannya pagi-pagi, membuatkannya sarapan adalah mbok yem? bukan mamanya, atau papanyalah semiris-mirisnya. Wajar saja jika keadaan membentuk dia berpkrpibadian seperti mbok yem, yang lugu tapi keibuan. Wajar saja jika yang dia kenal dalam hidupnya justru urusan dapur, bukan pelajaran-pelajaran cerdas di sekolahnya. Atau malah, yang ia kenal sejak awal adalah kekerasan sebuah rumah tangga. Karena setiap hari yang ia saksikan adalah "mbok yem, dipukuli suaminya", ini terjadi tanpa sepengatahuan mama-papanya. Ia terkadang ingin mengadu, tapi melihat mbok yem ia tak tega. Karena kata mbok yem, kalo mama-papa tau dia bisa dipecat. Lantas siapa yang akan mengantarkannya ke sekolah kalo mbok yem di pecat? masak iya dia gak sekolah.

Sungguh sikis anak ini terganggu, umurnya belum pantas untuk menampung kapasitas kejadian yang di bawah pengetahuannya. Ia tiba-tiba saja membenci lelaki juga membenci wanita. Ia tak pernah fokus dimanapun berada. Ia ingin bercerita, tapi sama siapa. mama-papa seolah tak begitu mempedulikannya. Ia tak butuh materi saat ini, ia butuh hangat yang tulus.

Tes.. lagi-lagi titik bening itu melandanya malam ini. Ia masih ingin dipeluk ibunya, untuk sekedar membuktikan bahwa ada yang menyayanginya, ada yang merindukannya, dan ia anak ibunya, anak mama, bukan anak mbok yem!!

Dan malam itu, jauh di luar sana. Di antara rumah yang begitu rapuh, berdinding kardus seadanya. Tidur beralaskan daun-daun pandan yang menghasilkan jiblakan rotan di pipi. Seorang anak begitu pulas tidur di bawha ketiak ibunya. Merasakan hangat nafas sang ibu yang berdengus. Malam itu mimpinya begitu sederhana, tapi tidak bagi dia. Baginya malam itu adalah mimpi yang begitu istimewa, ia bermimpi bisa makan di salah satu restoran yang hampir dia lewati setiap hari. Ya, hanya sekedar lewat. Tak bisa mencicipi masakan yang ada di dalamnya. Kalo sekedar mencium aroma sedap makanan-makanan di restoran itu sering, sangat sering. Bahkan sesekali ia dan ibunya sambil membawa nasi berlauk kerupuk sambil menghirup aroma masakan di restoran itu. Untuk sekedar menafsukan makan, karena terkadang ia benar-benar tak nafsu dan bosan makan yang itu-itu saja. Tapi mana tega ia bilang ke ibunya yang hanya pemulung itu. Mana tega!! ia mengerti jatah yang bisa mereka terima setiap hari tak seberapa. Belum lagi potongan dari preman atau untuk uang kontrak rumah kardus mereka. Dan mimpi malam ini, begitu indah baginya. Serasa kenyataan yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk ornag semiskin dia. Tapi lagi-lagi tau apa anak ingusan yang compang-camping akibat faktor keadaan ini, tentang ibu kota yang merenggut  nyawa ayahnya yang tak bersalah. Tau apa nak ini tentang orang-orang berbadan besar yang tiba-tiba melenyapkan keindahan hidup mereka seketika. Tau apa anak ini, jika setelah itu semua ia harus memunguti sampah yang ada di sekitarnya untuk sekedar "mengisi perut".

kalopun ia tahu, bisa apa anak ini. Dengan usianya yang masih di bawah lima tahun itu.. bekerjapun tak ada yang menerima. Yang ia tahu hanya, bahwa ibunya memungut sampah ini untuk membersihkan ibu kota, dan seseornag akan membayar ibunya akan tindakan itu. Karena begitulah yang dijelaskan ibunya kepadanya. Ia hanya manut. Pikirnya, yang terpenting ia memiliki ibunya, ibu yang bisa menghangatkan tidurnya stiap malam. Walau antara dingin dan hangat hanya di batasi kardus yang tak seberapa. Bagaimana kalo hujan? mereka justru akan semakin merapatkan diri. Ia hanya butuh ibu, ibu yang selalu menyuruhnya untuk diam di rumah agar tidak kelelahan saat memunguti sampah. Dan yang terpenting, biarpun orang-orang di sekitarnya memanggilnya anak pemulung, ia tetap bangga, karena setiap detik.. ia selalu ditemani kehangatan ibunya.


Menjadi ibu atau orangtua yang baik itu Tuntuttan dan Kewajiban. Tapi bisakah itu berlaku kepada orang-orang yang hanya bisa mendidik anaknya lewat "orang lain". Tak masalah mendidik lewat orang lain, tapi setiap anak tetap perlu sentuhan lembut kedua orangtuanya. Setiap anak butuh hangat tatap mata kedua orangtuanya. Setiap anak, membutuhkan ke duaorangtuanya.
Maka akankah "Menjadi orang tua yang baik dan benar" itu hanya dijadikan sebuah cita-cita. Bukan kewajiban??? 
|Tanya hati??| Belon punya anak| Tapi Insyaallah gak akan gitu| Aamiin| Nyengir :D





Surat untuk anakku. "Ibu merindukanmu" >> Status Kawan
Inspirasi | Sabtu, 9 June 2012. Saat UPGRADING KGC OI|











Air, Embun, Bintang, Langit, Pelangi

Menghargai hidup, itu artinya menghargai apa2 yang Allah berikan kepada kita. Kesusahan, kesenangan..
adalah bagian agar hidup menjadi lebih hidup.
seperti air yang bermanfaat..
seperti embun yang bening menggeliat
seperti bintang yang rela menunggu jutaan tahun untuk memancaarkan sinaarnya..
seperti langit yang biru berkisah..
seperti pelangi yang tak sempurna bulatnya..

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!
Semoga bermanfaat.

Label

Powered By Blogger