Jumat, 15 Juni 2012

Karena Skripsi Gak Cuma Masalah Nyali


Tulisan ini dampak dari otak yang kusut mengkerut plus menclak-menclok karena dilanda Tugas Akhir yang gak berakhir-akhir. Hahh..? Tidak untuk diaminkan ya..
Bahkan hampir saja tanduk keluar dari kepala kalau kesabaran mulai terkikis akibat skripsi manis., *towew 

Mungkin setiap yang lagi nyekrip sebenarnya punya nyali dan mental yang besar seiring seimbang dengan setiap bongkahan kata yang ia tuliskan, tapi ternyata segala prosesi penyelesaiannya inilah yang terkadang buat keki. Alias mati gaya. Gak semua dan gak mesti begini sich, tapi inilah realita yang sering dialami.

Segala hal memang harus dimulai dengan langkah pertama, tak jarang ada bebapa orang yang sangat sulit untuk memulai langkah pertama ini. Bukan masalah nyali, hanya kemauan yang entah kesumbat dimana. Tapi tak jarang juga ada mahasiswa yang sebenarnya sangat membara-bara ketika memulai langkah awalnya, tapi eh tapi faktor x yang terkadang tak mampu menampung semangat yang terlalu menyala-nyala tadi. 

Jadi salah siapa dong?

Mau menyalahkan dosen pembimbing yang sulit ditemui? Atau dosen pembimbing yang jamnya terlalu tinggi? Atau menyalahkan keadaan? Kesian banget mah keadaan disalahkan terus-terusan. Atau sebenarnya salah diri sendiri yang kurang cekatan saat mengerjakannya? |gak koq, udah paling gesit saat mengerjakan skripsinya, percaya dah|..
Bukan Salah skripsi atau dosen pembimbing, anda juga tidak bisa disalahkan serta merta. Tidak ada yang salah ketika kita sudah mengupayakan semuanya, hanya saja beberapa hal yang mesti kita tahu. Bahwasanya Skripsi Bukan Cuma sekedar untuk Gelar. Tul gak ya?? Tergantung orientasi dari penelitinya sih, kalo diniatkan begitu ya hasilnya Cuma segitu. Tapi saya katakan berulang kali, tugas akhir ini kita selesaikan bukan Cuma untuk itu, untuk gelar di balik layar *ups salah, dibelakang nama maksudnya. 

Di saat kita berjam-jam menunggui dosen, ternyata ketika bertemu hanya beberapa detik. Semua yang akan dikatakan #jlebb hilang tak membekas, saking semangat atau gugup tu ya?? Atau setelah menunggu berjam-jam, eh dosennya baru confirm tidak bisa ditemui. Itu mah biasa dalam prosesi penyelesaian misi terakhir ini. Hanya orang-orang yang bernyali kuat yang mampu menyelesaikan misi besar ini sampe akhir. Tak jarang ada sebagian mahasiswa yang terlanjur uring-uringan, sehingga memilih untuk “putus” sama skripsinya beberapa minggu, setelah lewat minggu jadi beberapa bulan, setelah lewat bulan menjadi beberapa tahun. WOW.. Naudzubillah dah.. Tapi saat melalui segala keterpurukan dan kegelisahan yang tak berujung itulah, sebenarnya ada seruah hikmah yang tak banyak orang mengetahuinya. 

Skripsi itu bukan Cuma masalah mental, bukan hanya jadi ajang kita dekat-dekat dengan dosen pembimbing yang mungkin baru kita kenal saat nyekrip juga. Skripsi itu bukan pula masalah mau-tidak mau, semua orang ketika diberi kesempatan pasti berkemauan untuk menyelesaikannya, walau dengan tempo waktu yang berbeda-beda. Skripsi itu bukan Masalah!! Walaupun saat mau memulainya kita dianjurkan terlebih dahulu mencari masalah yang kemudian dirumuskan. Akan tetapi, skripsi atau Tugas akhir itu adalah sebuah proses penempaan diri. Bukan hanya penempaan kedekatan diri kita dengan dosen, dengan petani sampel, atau dengan orang-orang yang memiliki kait-mengait terhadap proses ini, tetapi juga penempaan diri kita untuk tetap dekat dengan Yang Maha Berilmu, Maha Mengetahui, Allah SWT. Peranan rukhiyah mau tidak mau akan sangat berpengaruh terhadap proses penempaan kita. Saat kita harus belajar kesabaran, saat kita harus belajaran keikhlasan, atau saat kita harus menahan isak yang membuat sesak, Kita butuh peranan rukhiyah yang berhubungan dengan kedekatan kita kepada Allah SWT. Kita butuh tangisan-tangisan menyendiri saat rasanya tak ada jalan lagi yang bisa kita tempuh dalam menyelesaikannya. Kita butuh penunjuk jalan untuk membimbing kita agar tidak selalu #random dalam mengerjakannya. Kita butuh Dia agar kita tetap menjaga etika keabsahan skripsi kita. Kita butuh Allah saat dunia rasanya telah sempit dan menghimpit. Kita butuh Allah saat ego mulai menjalar, padahal masukan di sana sini sangat membantu kita. Kita butuh Dia untuk menjadi orang yang selalu Legowo atas RencanaNya.

Ada orang yang bunuh diri karena skripsinya |dak nian itu|, ada yang mendadak stress akut, ada yang melarikan diri dari rumahnya karena orang tua yang terus-terusan menanyakan “kapan Wisuda?”, ada juga yang DO karena memang tak sanggup lagi melanjutkan skripsinya dari berbagai aspek. Jika kita tak punya Dia,  mungkin kita dengan mudah menyerah. Saat jenuh, saat peluh.. rasanya hanya keluh yang menumpukkan dendam tak berkesudahan. Saat amarah membara-bara mengalahkan semangat untuk melanjutkan prosesi ini, mungkin kita sudahlah lupa. Semua ini hanyalah bagian dari persinggahan dunia. Allah selalu punya cara dan rencana yang tersembunyi khusuk di dalam misteri kehidupan kita. Allah selalu punya tema yang tiba-tiba saja membuat hari kita bewarna.

Bersyukurlah, kita punya Allah, karena Dia tak kan pernah izin memberikan cara-cara uniknya untuk membuat kita paham, bahwa Dia selalu membersamai kita, asalkan kitapun membersamai Dia. ~Baru nyadar, lebih mudah menulis di blog dari pada di bab~


“Ternyata lebih menyakitkan menangis tanpa air mata, daripada menangis terisak..”
|aku tak ubahnya pengeran yang merindui bulannya|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Air, Embun, Bintang, Langit, Pelangi

Menghargai hidup, itu artinya menghargai apa2 yang Allah berikan kepada kita. Kesusahan, kesenangan..
adalah bagian agar hidup menjadi lebih hidup.
seperti air yang bermanfaat..
seperti embun yang bening menggeliat
seperti bintang yang rela menunggu jutaan tahun untuk memancaarkan sinaarnya..
seperti langit yang biru berkisah..
seperti pelangi yang tak sempurna bulatnya..

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!
Semoga bermanfaat.

Label

Powered By Blogger