Minggu, 10 Juni 2012

ANAKKu Oh Annakku

Dan ya, malam ini bergeming lagi. Langit tak bersuara sedikitpun. Sedang awan masih berarak santun.
Malam ini semua dongeng telah ikut lelap dalam mata kanak-kanak, merasuki sebagin mimpi-mimpi mereka. Sedang ibu begitu hangat memeluk mereka, sambil perlahan melepas pelukannya. Mereka telah diajarkan tidur tak sekamar dengan kedua orangtuanya. Ini katanya bagian dari pendidikan, pendidikan agar anak-anak belajar mandiri. Mandiri dengan tak merasa lagi peluk hangat ibu atau ayahnya saat lelap itu mendekat. Katanya "tah selimut telah cukup menghangatkan tubuh anak-anak mereka", juga kamar indah dengan motif-motif yang mereka sukai, dengan dinding kokoh yang tentunya bisa menjaga dan lagi-lagi menghangatkan. Tak taukah ibu itu, setelah ia lambat-lambat beranjak. Sang anak sebenarnya terbangun, ia terbangun dan ingin hangat lagi. Terserahlah dari ayah atau ibunya.. Wajar saja.. usia anak itu belum sampai 5 tahun. Tapi tidurnya sudah terpisah dan hanya bisa merasakan kehangatan peluk ibunya di saat malam. Dingin, dingin sekali rasanya malam itu. Pipinya lagi-lagi menitikkan air yang tidak ia kehendaki. Kata mama-papanya "ia gak boleh cengeng" ia harus mandiri dan kuat, apalagi ia anak laki-laki. Tapi mau bagiamana, mengerti apa anak ini tentang kekuataan? sedang makan saja masih celometan. Haahh.. Mama-papanya tak tau bagimana ia yang masih begitu kecilnya itu sebenarnya dilanda gundah, tapi ia hanya memendam, memendam.. Ia gundah akan sikap teman-temannya tadi pagi, yang mengolok-oloknya "ANAK PEMBANTU". hahh.. "tidak, mama-papa ku bukan pembantu!" mereka ornag berada. rumahnya saja bertingkat-tingkat. belum lagi apartemennya yang ada di sana sini.

"Tapi mana buktinya?" "nanti" jawabnya tegas. Ia seolah bukan bocah di bawah lima tahun lagi. Ahh mama-papa, berulang kali nanti-nanti ia menjanjikan akan menunjukkan bahwa mama-papanya buka pembantu. Tak mungkinlah seorang anak pembantu disekolahkan di sekolah semewah itu. Tapi apa mau dikata, mana mengerti teman-temannya tentang sekolah mahal, mana mengerti mereka tentang kesibukan mama-papa anak itu dengan bisnis-bisnisnya, mana mengerti mereka dengan mama-papanya yang BUKAN PEMBANTU. Ahh,,, tapi anak ini lagi-lagi merasa tak berdaya, tak mandiri, ia tak mengerti bagiamana cara membuktikan kepaada teman-temannya bahwa ia bukan anak pembantu! ia anak orang berada.Lalu kenapa, yang setiap hari mengantarkannya sekolah adalah mbok yem. Pembantu yang telah lama ada di rumahnya. Kenapa yang memakaikannya baju,memandikannya, membangunkannya pagi-pagi, membuatkannya sarapan adalah mbok yem? bukan mamanya, atau papanyalah semiris-mirisnya. Wajar saja jika keadaan membentuk dia berpkrpibadian seperti mbok yem, yang lugu tapi keibuan. Wajar saja jika yang dia kenal dalam hidupnya justru urusan dapur, bukan pelajaran-pelajaran cerdas di sekolahnya. Atau malah, yang ia kenal sejak awal adalah kekerasan sebuah rumah tangga. Karena setiap hari yang ia saksikan adalah "mbok yem, dipukuli suaminya", ini terjadi tanpa sepengatahuan mama-papanya. Ia terkadang ingin mengadu, tapi melihat mbok yem ia tak tega. Karena kata mbok yem, kalo mama-papa tau dia bisa dipecat. Lantas siapa yang akan mengantarkannya ke sekolah kalo mbok yem di pecat? masak iya dia gak sekolah.

Sungguh sikis anak ini terganggu, umurnya belum pantas untuk menampung kapasitas kejadian yang di bawah pengetahuannya. Ia tiba-tiba saja membenci lelaki juga membenci wanita. Ia tak pernah fokus dimanapun berada. Ia ingin bercerita, tapi sama siapa. mama-papa seolah tak begitu mempedulikannya. Ia tak butuh materi saat ini, ia butuh hangat yang tulus.

Tes.. lagi-lagi titik bening itu melandanya malam ini. Ia masih ingin dipeluk ibunya, untuk sekedar membuktikan bahwa ada yang menyayanginya, ada yang merindukannya, dan ia anak ibunya, anak mama, bukan anak mbok yem!!

Dan malam itu, jauh di luar sana. Di antara rumah yang begitu rapuh, berdinding kardus seadanya. Tidur beralaskan daun-daun pandan yang menghasilkan jiblakan rotan di pipi. Seorang anak begitu pulas tidur di bawha ketiak ibunya. Merasakan hangat nafas sang ibu yang berdengus. Malam itu mimpinya begitu sederhana, tapi tidak bagi dia. Baginya malam itu adalah mimpi yang begitu istimewa, ia bermimpi bisa makan di salah satu restoran yang hampir dia lewati setiap hari. Ya, hanya sekedar lewat. Tak bisa mencicipi masakan yang ada di dalamnya. Kalo sekedar mencium aroma sedap makanan-makanan di restoran itu sering, sangat sering. Bahkan sesekali ia dan ibunya sambil membawa nasi berlauk kerupuk sambil menghirup aroma masakan di restoran itu. Untuk sekedar menafsukan makan, karena terkadang ia benar-benar tak nafsu dan bosan makan yang itu-itu saja. Tapi mana tega ia bilang ke ibunya yang hanya pemulung itu. Mana tega!! ia mengerti jatah yang bisa mereka terima setiap hari tak seberapa. Belum lagi potongan dari preman atau untuk uang kontrak rumah kardus mereka. Dan mimpi malam ini, begitu indah baginya. Serasa kenyataan yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk ornag semiskin dia. Tapi lagi-lagi tau apa anak ingusan yang compang-camping akibat faktor keadaan ini, tentang ibu kota yang merenggut  nyawa ayahnya yang tak bersalah. Tau apa nak ini tentang orang-orang berbadan besar yang tiba-tiba melenyapkan keindahan hidup mereka seketika. Tau apa anak ini, jika setelah itu semua ia harus memunguti sampah yang ada di sekitarnya untuk sekedar "mengisi perut".

kalopun ia tahu, bisa apa anak ini. Dengan usianya yang masih di bawah lima tahun itu.. bekerjapun tak ada yang menerima. Yang ia tahu hanya, bahwa ibunya memungut sampah ini untuk membersihkan ibu kota, dan seseornag akan membayar ibunya akan tindakan itu. Karena begitulah yang dijelaskan ibunya kepadanya. Ia hanya manut. Pikirnya, yang terpenting ia memiliki ibunya, ibu yang bisa menghangatkan tidurnya stiap malam. Walau antara dingin dan hangat hanya di batasi kardus yang tak seberapa. Bagaimana kalo hujan? mereka justru akan semakin merapatkan diri. Ia hanya butuh ibu, ibu yang selalu menyuruhnya untuk diam di rumah agar tidak kelelahan saat memunguti sampah. Dan yang terpenting, biarpun orang-orang di sekitarnya memanggilnya anak pemulung, ia tetap bangga, karena setiap detik.. ia selalu ditemani kehangatan ibunya.


Menjadi ibu atau orangtua yang baik itu Tuntuttan dan Kewajiban. Tapi bisakah itu berlaku kepada orang-orang yang hanya bisa mendidik anaknya lewat "orang lain". Tak masalah mendidik lewat orang lain, tapi setiap anak tetap perlu sentuhan lembut kedua orangtuanya. Setiap anak butuh hangat tatap mata kedua orangtuanya. Setiap anak, membutuhkan ke duaorangtuanya.
Maka akankah "Menjadi orang tua yang baik dan benar" itu hanya dijadikan sebuah cita-cita. Bukan kewajiban??? 
|Tanya hati??| Belon punya anak| Tapi Insyaallah gak akan gitu| Aamiin| Nyengir :D





Surat untuk anakku. "Ibu merindukanmu" >> Status Kawan
Inspirasi | Sabtu, 9 June 2012. Saat UPGRADING KGC OI|











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Air, Embun, Bintang, Langit, Pelangi

Menghargai hidup, itu artinya menghargai apa2 yang Allah berikan kepada kita. Kesusahan, kesenangan..
adalah bagian agar hidup menjadi lebih hidup.
seperti air yang bermanfaat..
seperti embun yang bening menggeliat
seperti bintang yang rela menunggu jutaan tahun untuk memancaarkan sinaarnya..
seperti langit yang biru berkisah..
seperti pelangi yang tak sempurna bulatnya..

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!

Jangan sekedar diLihat, tapi juga di baca yo..!
Semoga bermanfaat.

Label

Powered By Blogger