“Ya Allah khusukkanlah shalatku dan segala ibadahku”
Tak
tau apa yang menjadi sebabnya, tiba-tiba saja saya kehilangan fokus
saat beribadah. Mungkin juga akibat kerotangnya hati. Ketika
melaksanakan ibadah ada-ada saja bayangan yang melintas, ketika membaca
buku teringat shalat yang grasak grusuk,. Ketika shalat, teringat
membaca buku yang belum terselesaikan. Bahkan terkadang rasa gelisah
muncul akibat masalah yang menuntut diselesaikan. Itu terjadi bukan
hanya ketika shalat, tetapi juga ketika berdo’a dipenghujung shalat.
Semuanya dilakukan dengan tergesah-gesah. Maka dari itu saya coba
berdo’a sekhusuk2nya untuk dikhususkan ketika shalat dan melakukan semua
ibadah.
Dan Allah menjawab do’a
saya. Hari sabtu kemarin ketika baru terbangun dari tidur siang,, dengan
kondisi senyap-senyap, saya mendengar apa yang disampaikan Ustadz dalam
acara “Damai Indonesiaku”, Ustad itu membahas tentang shalat,
kebetulannya Uztadz ini membahas tentang “Shalat khusuk”. Ia kemudian
bercerita..
Seorang kiya’i
dipesantrennya ingin mengajarkan tentang khusuk pada seorang muridnya.
Ia kemudian memanggil muridnya itu, selanjutnya berkata “maukah kau tau
bagimana khusuk itu”, muridnya pun menjawab “iya kiyai”. Selanjutnya
Ustadz itu meminta saang murid untuk menungang kuda pambil membawa
secangkir gelas, dengan syarat gelas itu tidak boleh tumpah sedikitpun.
Murid tadipun melaksanakannya, ingá ia kembali lagi ke pesantren.
Setelah melihat muridnya kembali, sang kiai mendapati gelas yang dibaawa
muridnya tadi masih berisi air Severi tadi. Kemudian sang kiyai
bertanya “bagaimana, apakah kau sudad merasakan khusu’?” “belum kiyayi,
justru saya teringat-ingat akan air itu”. Lalu kiyai itu menjelaskan
makna dari apa yang dia minta, katanya ”apakah ketika kau menunggang
kuda kau melihat ornag mandi di sungai, berpa jumlahnya?” ”aku melihat
kiyai, tapi aku tak begitu mempedulikan berapa jumlahnya, karena aku
fokus dengan air ini”. ”apakah ketika kau menunggang kuda, kau melalui
gunung. Kau ingat berapa banyak gunung yang kau lalui” ”iya aku
melaluinya, tetpai aku juga tidak memperdulikan berapa banyak yang
kulalui, karena aku fokus agar air ini tidak tumpah”. ”seperti itulah
khusuk, ketika kau melakukan suatu pekerjaan misalnya shalat. Kau tidak
akan menggubris apapun yang terjadi di sekitarmu, karena fokusmu hanya
pada Allah”.
Kemudian ustadz itu bicara lagi, bahwasanya Allah tak butuh shalat kita. Tanpa shalat-shalat kitapun Allah tetap menjadi yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Berilmu, dan Maha semuanya.
Mengutip kata-kata dari buku yang saya sadur ke dalam isi blog saya terdahulu:
Apakah perlunya Allah SWT dengan shalatnya manusia? Apakah dengan shalatnya manusia seantero jagat raya ini akan menambah kemuliaan dan keperkasaan Allah SWT atau akankah mengurangi kemuliaan dan keagunganNya? Atau misalnya seluruh manusia di muka bumi menjadi kafir mapun musyrik menyembah berhala (paganisme) ? jelas sama sekali tidak, bahkan jika Allah SWT memusnahkan seluruh umat manusia dan menggantikannya dengan makhluk lain, maka keagungan, keperkasaan,dan kemuliaan Allah SWT tidak bertambah dan tidak berkurang alias tetap saja seperti semula, jadi Allah SWT tetap Maha Perkasa dan Maha Kuasa.Orang beriman itu bukan tunduk patuh di hadapan Allah SWT akan tetapi merasakan getaran cinta kepada Allah SWT dan rasa ingin menyandarkan diri kepada apa yang diperintahkanNya. Melalui wahyu, Allah SWT meninggikan mansia kepadaNya sehingga dalam dirinya timbul prasangka baik terhadap Sang Pencipta. Karena itu ada hubungan sukarela,kerinduan,dan prasangka yang baik antara Dia dengan ciptaanNya, dengan demikian pengertian islam harus dipandang sebagai agama yang penuh dengan muatan-muatan spiritual demi kepuasan batin (ruhani) manusia.Shalat, kata Sayyid Quthb, adalah hubungan langsung antara manusia yang fana dan kekuatan yang abadi. Ia adalah waktu yang telah dipiih untuk mempertemukan setetes air yang teroutus dengan sumber yang tak pernah kering. Ia adalah kunci perbendaharaan yang mencukupi, memuaskan, dan melimpah. Ia adalah pembebasan dari batas-batas realita bumi yang kecil menuju realita alam raya. Ia adalah angina, embun dan awan di siang hari bolong nan terik. Ia adalah sentuhan lembut pada Hati yang letih dan payah (Dyayadi dalam http://penavina.blogspot.com/2011/05/muara-cinta-timbul-dan-tenggelam.html, 2011).
Kemudian
malamnya, IRMA kami memperingatkan hari Isra Mi’raj, tanpa maksud
appaun, hanya sekedar ingin mensyi’arkan dakwah kepada warga. Sekalipun
banyak yang berkata memperingatinya adalah bid’ah, tapi malam itu Ustadz
yang menyapaikannya menyanggah hal tersebut. ”kita di sini buka untuk
merayakan, tapi memperingati momen. Sehingga kita bisa sadar hakikat
shalat itu seperti apa. Walaupun tidak hanya saat ini saja kita belajar
memhami hal itu”. Saya juga masih bingung terkait pendapat bid’ahnya
memperingati Isra Mi’raj, maksudnya di sinikan daripada orang-orang
sibuk menonton EURO lebih baik kita berkumpul di majelis ilmu untu
saling berbagi dan nasehat-menasehati. :)
Lalu
singkat cerita ustadz tersebut juga membahas tentang khusuk katanya
”kalau ada yang memanggil-manggil ketika shalat, abaikan karena itu
suara setan. Kalau tiba-tiba anak kita mendadak menangis ketika kita
shalat, biarkan karena setan sednag mencubit anak kiat sehingga dia
menangis, toh anak kita juga tidak akan mati karena menangis” tapi dak
tega juga tadz -__-a. Jadi intinya shalat khusuk itu bisa tetap fokus
sekalipun banyak gangguan di sekiling kita.
Tak
sengaja saya mengigat-ingat sebuah tulisan yang menjadi lembaran
taushiyah yang kami bagikan, ketika di LDF dulu. Berikut isi artikelnya
Shalat tapi Lupa Makna
"Seburuk-buruk
pencuri adalah orang yang mencuri akan shalatnya. Mendengar perkataan
ini, orang banyak bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana orang mencuri
shalatnya itu? Berkata Rasulullah: Yaitu tidak ia sempurnakan ruku'nya
dan sujudnya." (HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Qatadah)
Sebagaimana
diriwayatkan dalam kitab Muwaththa' Imam Malik, dalam suatu kesempatan
Rasulullah bersabda, "Apa yang kalian lihat tentang peminum, pencuri dan
pezina?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Kemudian beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang keji dan
berdosa." Selanjutnya beliau menyambung perkataannya, "Seburuk-buruk
pencuri adalah mereka yang mencuri shalatanya," dan seterusnya....
Dalam
ilmu fiqih, shalat bagi kaum muslimin adalah fardhu 'ain. Artinya,
setiap individu muslim wajib mendirikannya. Sebagai konsekuensinya, jika
dikerjakan akan mendatangkan pahala, jika ditinggalkan akan terkenai
sanksi dosa.
Kewajiban setiap muslim
adalah mendirikan shalat, bukan sekadar mengerjakan. Ada beberapa
perbedaan prinsip antara menegakkan dan mengerjakan. Pertama,
mengerjakan itu berkonotasi rutinitas, sedangkan menegakkan berarti ada
sesuatu yang dibangun dari awal atau ada yang bengkok kemudian
diluruskan, yang tertidur dibangunkan. Atau lebih tepatnya, yang pasif
diaktifkan.
Kedua, mengerjakan lebih
menekankan pada aspek jasmani, sedangkan mendirikan, selain jasmani juga
ruhani. Karena shalat tidak sekadar gerak badan, tapi gabungan antara
gerak badan, lisan, dan hati secara bersamaan.Mengerjakan tidak dituntut
kesempurnaan pelaksanaannya, sedangkan menegakkan memberi tekanan pada
penyempurnaan syarat, rukun, dan kehadiran hati di dalamnya. Dengan
demikian, mengerjakan shalat jauh lebih mudah daripada mendirikannya.
Siapa saja bisa mengerjakan shalat, tapi tidak semua bisa mendirikannya.
Sedangkan perintah Allah kepada kita adalah menegakkan atau mendirikan,
bukan mengerjakan. Semua perintah shalat dalam al-Qur'an selalu
menggunakan kata aqiimish-shalah, sebagaimana firman-Nya:
"Dan
dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
kerjakan, akanmendapatkan pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS al-Baqarah: 110)
Untuk
mendirikan shalat dibutuhkan sikap sempurna, meliputi segala
kaifiyatush-shalah, baik syarat, rukun maupun wajibnya. Tak kalah
pentingnya adalah menghadirkan hati pada setiap gerakan shalat,
disesuaikan dengan ucapan lafadz-lafadz doa yang dibaca. Di sini banyak
orang yang kemudian lalai dalam shalatnya. Ia mengerjakan shalat, tapi
lupa untuk menyempurnakannya. Dalam shalat mereka juga mengucapkan
berbagai doa, tapi lupa menghayati maknanya. Antara yang diucapkan dan
gerak hatinya berbeda, demikian juga gerak pikirannya. Ketika seseorang
melalaikan hal di atas, berarti ia telah mengurangi takaran
kewajibannya. Mengurani takaran itu sama halnya dengan mencuri.
Alangkah seringnya kita mencuri shalat.
Salah
satu kegiatan yang palng sering dicuri adalah thuma'ninah, yaitu diam
sejenak pada saat ruku' dan sujud. Pada saat ini tidak sedikit di antara
kita justru terburu-buru. Baru sejenak tangan menempel di lutut ketika
ruku', sudah bangkit lagi. Baru beberapa detik dahi menempel di lantai
ketika sujud, sudah diangkat kembali. Bahkan banyak di antara kita yang
dahinya belum sempat menyentuh lantai secara utuh sudah diangkat
kembali.
Andaikata kita mengetahui
fadhilah ruku' dan sujud, tentu kita akan lebih memperlambatnya. Saat
ruku' dan sujud itulah hubungan seorang hamba dengan Tuhannya menjadi
sangat dekat. Itulah saat yang paling tepat bagi kita untuk mengakrabkan
diri kepada Allah. Kita berkenalan, berdialog, bermuwajahah. Pada saat
ini seolah-olah kita sedang melihat Allah, jika tidak demikian, kita
yakini saja bahwa Allah sedang melihat kita.
Duhai,
sungguh merugi orang yang melalaikan shalatnya. Ia tidak memperoleh
apa-apa, kecuali kelelahan saja. Itupun masih harus menerima balasan
dari Allah, berupa celaan yang menghinakan, sebagaimana firman-Nya:
"Celakalah bagi orang yang shalat, yaitu yang lalai dalam shalatnya." (QS al-Maa'un: 5)
By : BWPI FP UNSRI
Ah sudah benarkah Shalat kita? Sudah khusukkah?
Upaya untuk mempertajam kecerdasan ruhaniah tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan yang menderu untuk melaksanakan shalat. Hal ini karena di dalam shalat tersebut terdapat suasana yang mampu meningkatkan kualtas jiwa yang sangat tinggi, mampu mencegah perbuatan mungkar. Sayangnya, shalat sering dipandnag hanya dalam bentuk formal ritual, sebuah gerakan-gerakan fisik yang bterkait erat dengan tatanan fiqh. Tanpa da muatan yang mendalam atau keinginan untuk memahami simbol-simbol atau hakikat yang terkandung di dalamnya. Sesungguhnya shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan samudra mutiara yang mencerdaskan ruhani. Shalat menunjukkan sikap bathiniah untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegas berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui perilaku yang jelas, terarah, dan memberikan engaruh pada lingkungan (Tasmara, 2001).
“Celakalah
orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya
(menunda-nunda sehingga keluar dari waktunya).” (Al-Ma’un : 4-5)
”Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’..” (Al Isra:109; Maryam:58)
Dan sesungguhnya kitalh yang sangat mmebutuhkan shalat. Bukan hanya
sekedar rutinitas, tapi untuk pengekspresain cinta yang mendalam. Sesungguhnya shalatku, ibdahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah..
Hati yang legam
Seperti kubangan tak dihiraukan
Ringkih mengharap sentuhan
Dengan kain iman yang kumal
Ku merintih
Ku berharap
Terampunkan segala dosa
Menampakkan lagi cermin diri..
Rabbi, dosa ini menggunung tinggi..
tapi rahmatmu tak sesentipun alfa dalam jalan kehidupanku
Ampuni aku..Ya Rabb..
Inspiring:
Kecerdasan Rukhiya; KH Toto Tasmara, 2001
Ustadz Karim dalam Peringatan Isra Mi'raj Masjid Nurul Persada
Damai Indonesiaku
Alam Semesta Bertawaf; Dyayadi, MT
Copas from myNewBlog: http://oktavianamj.wordpress.com/2012/06/18/allah-tidak-butuh-shalat-kita/
Begitu vitalnya shalat sehingga tak mengherankan apabila ibadah ini menjadi ibadah yg pertama kali dihisab dan dipertanggungjawabkan di hadapn Allah swt. makasih banyak, postingannya sangat mencerahkan.
BalasHapusAlhamdulillah.. smoga bermanfaat.. :)
Hapus