Tulisan ini
dampak dari otak yang kusut mengkerut plus menclak-menclok karena dilanda Tugas
Akhir yang gak berakhir-akhir. Hahh..? Tidak untuk diaminkan ya..
Bahkan hampir saja tanduk keluar dari kepala kalau kesabaran mulai terkikis akibat skripsi manis., *towew
Mungkin setiap
yang lagi nyekrip sebenarnya punya nyali dan mental yang besar seiring seimbang
dengan setiap bongkahan kata yang ia tuliskan, tapi ternyata segala prosesi
penyelesaiannya inilah yang terkadang buat keki. Alias mati gaya. Gak semua dan
gak mesti begini sich, tapi inilah realita yang sering dialami.
Segala hal
memang harus dimulai dengan langkah pertama, tak jarang ada bebapa orang yang
sangat sulit untuk memulai langkah pertama ini. Bukan masalah nyali, hanya kemauan
yang entah kesumbat dimana. Tapi tak jarang juga ada mahasiswa yang sebenarnya
sangat membara-bara ketika memulai langkah awalnya, tapi eh tapi faktor x yang
terkadang tak mampu menampung semangat yang terlalu menyala-nyala tadi.
Jadi salah siapa dong?
Mau menyalahkan
dosen pembimbing yang sulit ditemui? Atau dosen pembimbing yang jamnya terlalu
tinggi? Atau menyalahkan keadaan? Kesian banget mah keadaan disalahkan
terus-terusan. Atau sebenarnya salah diri sendiri yang kurang cekatan saat mengerjakannya?
|gak koq, udah paling gesit saat mengerjakan skripsinya, percaya dah|..
Bukan Salah
skripsi atau dosen pembimbing, anda juga tidak bisa disalahkan serta merta.
Tidak ada yang salah ketika kita sudah mengupayakan semuanya, hanya saja
beberapa hal yang mesti kita tahu. Bahwasanya Skripsi Bukan Cuma sekedar untuk
Gelar. Tul gak ya?? Tergantung orientasi dari penelitinya sih, kalo diniatkan
begitu ya hasilnya Cuma segitu. Tapi saya katakan berulang kali, tugas akhir
ini kita selesaikan bukan Cuma untuk itu, untuk gelar di balik layar *ups
salah, dibelakang nama maksudnya.
Di saat kita
berjam-jam menunggui dosen, ternyata ketika bertemu hanya beberapa detik. Semua
yang akan dikatakan #jlebb hilang tak membekas, saking semangat atau gugup tu
ya?? Atau setelah menunggu berjam-jam, eh dosennya baru confirm tidak bisa
ditemui. Itu mah biasa dalam prosesi penyelesaian misi terakhir ini. Hanya
orang-orang yang bernyali kuat yang mampu menyelesaikan misi besar ini sampe
akhir. Tak jarang ada sebagian mahasiswa yang terlanjur uring-uringan, sehingga memilih untuk
“putus” sama skripsinya beberapa minggu, setelah lewat minggu jadi beberapa
bulan, setelah lewat bulan menjadi beberapa tahun. WOW.. Naudzubillah dah.. Tapi
saat melalui segala keterpurukan dan kegelisahan yang tak berujung itulah, sebenarnya
ada seruah hikmah yang tak banyak orang mengetahuinya.
Skripsi itu
bukan Cuma masalah mental, bukan hanya jadi ajang kita dekat-dekat dengan dosen
pembimbing yang mungkin baru kita kenal saat nyekrip juga. Skripsi itu bukan
pula masalah mau-tidak mau, semua orang ketika diberi kesempatan pasti
berkemauan untuk menyelesaikannya, walau dengan tempo waktu yang berbeda-beda.
Skripsi itu bukan Masalah!! Walaupun saat mau memulainya kita dianjurkan
terlebih dahulu mencari masalah yang kemudian dirumuskan. Akan tetapi, skripsi
atau Tugas akhir itu adalah sebuah proses penempaan diri. Bukan hanya penempaan
kedekatan diri kita dengan dosen, dengan petani sampel, atau dengan orang-orang
yang memiliki kait-mengait terhadap proses ini, tetapi juga penempaan diri kita
untuk tetap dekat dengan Yang Maha Berilmu, Maha Mengetahui, Allah SWT. Peranan
rukhiyah mau tidak mau akan sangat berpengaruh terhadap proses penempaan kita.
Saat kita harus belajar kesabaran, saat kita harus belajaran keikhlasan, atau
saat kita harus menahan isak yang membuat sesak, Kita butuh peranan rukhiyah
yang berhubungan dengan kedekatan kita kepada Allah SWT. Kita butuh
tangisan-tangisan menyendiri saat rasanya tak ada jalan lagi yang bisa kita tempuh
dalam menyelesaikannya. Kita butuh penunjuk jalan untuk membimbing kita agar
tidak selalu #random dalam mengerjakannya. Kita butuh Dia agar kita tetap
menjaga etika keabsahan skripsi kita. Kita butuh Allah saat dunia rasanya telah
sempit dan menghimpit. Kita butuh Allah saat ego mulai menjalar, padahal
masukan di sana sini sangat membantu kita. Kita butuh Dia untuk menjadi orang
yang selalu Legowo atas RencanaNya.
Ada orang yang
bunuh diri karena skripsinya |dak nian itu|, ada yang mendadak stress akut, ada
yang melarikan diri dari rumahnya karena orang tua yang terus-terusan
menanyakan “kapan Wisuda?”, ada juga yang DO karena memang tak sanggup lagi
melanjutkan skripsinya dari berbagai aspek. Jika kita tak punya Dia, mungkin kita dengan mudah menyerah. Saat
jenuh, saat peluh.. rasanya hanya keluh yang menumpukkan dendam tak
berkesudahan. Saat amarah membara-bara mengalahkan semangat untuk melanjutkan
prosesi ini, mungkin kita sudahlah lupa. Semua ini hanyalah bagian dari
persinggahan dunia. Allah selalu punya cara dan rencana yang tersembunyi khusuk
di dalam misteri kehidupan kita. Allah selalu punya tema yang tiba-tiba saja
membuat hari kita bewarna.
Bersyukurlah, kita punya Allah, karena Dia
tak kan pernah izin memberikan cara-cara uniknya untuk membuat kita paham,
bahwa Dia selalu membersamai kita, asalkan kitapun membersamai Dia. ~Baru
nyadar, lebih mudah menulis di blog dari pada di bab~
“Ternyata lebih
menyakitkan menangis tanpa air mata, daripada menangis terisak..”
|aku tak ubahnya
pengeran yang merindui bulannya|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar